Sejak hari pertama memasuki masa karantina, para peserta International Foundation Program (IFP) Beasiswa 1+4 telah langsung memulai perjalanan akademik mereka dengan fokus pada pembelajaran bahasa Mandarin. Hal ini menjadi langkah awal yang sangat penting sebelum nantinya mereka benar-benar berangkat ke Taiwan untuk melanjutkan studi.
Bahasa merupakan jembatan utama dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Karena itulah, bahasa Mandarin dipilih sebagai materi prioritas selama karantina. Dengan bekal ini, diharapkan setiap peserta dapat lebih mudah menjalani kehidupan sehari-hari, memahami instruksi akademik, dan berkomunikasi dengan masyarakat lokal ketika sudah berada di Taiwan.
Setiap harinya, para peserta mengikuti jadwal pembelajaran bahasa Mandarin yang padat. Kelas tidak hanya dilaksanakan di pagi hari, tetapi juga berlanjut hingga siang dan malam. Pola pembelajaran intensif ini dirancang agar mereka terbiasa mendengar, membaca, menulis, sekaligus berbicara menggunakan bahasa Mandarin dalam berbagai situasi.
Atmosfer belajar yang disiplin namun tetap menyenangkan tercipta karena peserta didorong untuk aktif berinteraksi dengan pengajar maupun sesama teman. Selain latihan membaca dan menulis huruf Mandarin (Hanzi), mereka juga sering diajak untuk berlatih percakapan sehari-hari, seperti menyapa, memperkenalkan diri, hingga berlatih kalimat-kalimat praktis yang akan sangat bermanfaat saat berada di Taiwan.
Pembelajaran ini tidak hanya berhenti pada teori, tetapi juga menekankan penerapan langsung dalam simulasi kehidupan nyata. Misalnya, peserta diminta melakukan role play seperti berbelanja, memesan makanan, atau bertanya arah jalan dengan menggunakan bahasa Mandarin. Metode ini terbukti membantu mereka lebih percaya diri dan tidak canggung ketika harus berkomunikasi nantinya.
Selain aspek bahasa, proses belajar juga dilengkapi dengan pemahaman budaya Tiongkok dan Taiwan. Peserta diperkenalkan pada tradisi, etika, hingga kebiasaan masyarakat di sana. Dengan begitu, mereka tidak hanya belajar “bahasa” sebagai alat komunikasi, tetapi juga memahami konteks sosial budaya yang melekat di baliknya.
Program ini memang dirancang terstruktur dan berkesinambungan. Materi disusun secara bertahap mulai dari pengenalan dasar-dasar bahasa, seperti bunyi nada (intonasi), kosakata sehari-hari, hingga penyusunan kalimat sederhana. Setelah itu, peserta mulai diarahkan untuk membangun kemampuan menulis karakter Mandarin, serta memperluas kosa kata akademik yang akan mereka temui di dunia perkuliahan.
Antusiasme peserta terlihat jelas setiap kali kelas berlangsung. Meski padat, mereka tetap bersemangat karena menyadari betapa pentingnya penguasaan bahasa Mandarin dalam mendukung masa depan mereka. Banyak di antara mereka yang bahkan melanjutkan belajar mandiri di luar jam kelas dengan saling berdiskusi atau berlatih bersama teman sekamar.
Dengan pola belajar yang disiplin sejak awal karantina ini, para peserta diharapkan mampu menguasai dasar-dasar bahasa Mandarin dengan baik. Bekal tersebut akan menjadi pondasi penting, tidak hanya untuk menunjang kesuksesan akademik, tetapi juga untuk membangun relasi sosial yang harmonis di lingkungan baru.
Pada akhirnya, pembelajaran intensif ini bukan hanya tentang mempersiapkan mereka agar bisa mengikuti kuliah di Taiwan. Lebih dari itu, program ini menjadi langkah awal agar mereka dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih percaya diri, mandiri, dan terbuka terhadap pengalaman lintas budaya.
0 Komentar